Orang yang melakukan hikikomori benar-benar menghabiskan hidup di rumah. Beberapa dari mereka keluar rumah sebentar hanya untuk membeli bahan makanan. Tapi, ada juga yang sama sekali tidak keluar rumah, benar-benar mengunci diri di kamar masing-masing.
Mengenal fenomena hikikomori Jepang
Fenomena hikikomori di Jepang sebenarnya bukan barang baru. Kata hikikomori bahkan sudah dikenal sejak 1980-an.
Sebuah survei nasional di Jepang menemukan bahwa di antara 12.249 responden, sekitar 2 persen orang berusia 15 hingga 64 tahun diidentifikasi sebagai hikikomori.
Juru bicara survei nasional tersebut mengatakan, persentase itu diterapkan pada total populasi Jepang. Dengan begitu, diperkirakan ada 1,46 juta hikikomori di negara itu.
Mengutip NDTV, setidaknya ada lima poin utama tentang hikikomori. Berikut penjelasannya.
1. Diciptakan seorang psikolog
Ilustrasi. Fenomena hikikomori di Jepang sebenarnya bukan barang baru. (AP/Eugene Hoshiko)
Kata hikikomori memang bukan sesuatu yang baru. Istilah ini diciptakan oleh seorang psikolog Jepang, Tamaki Saito.
Saito menulis istilah 'hikikomori' dalam bukunya yang berjudul Social Withdrawal - Adolescence Without End yang terbit pada 1988.
2. Sikap menjauh dari kehidupan sosial
Hikikomori didiagnosis sebagai perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang saat mereka mulai menghindari kehidupan sosial. Tapi, penghindaran yang mereka lakukan cukup parah, yakni dilakukan setidaknya dalam kurun waktu enam bulan.
3. Menolak keluar rumah
Seorang hikikomori menolak pergi ke luar rumah, bekerja, atau bersekolah. Beberapa dari mereka bahkan menolak melakukan hal yang sebenarnya non-sosial seperti membeli bahan makanan.
4. Penyebab
Penyebab hikikomori tidak diketahui dengan pasti. Beberapa psikolog mengaitkan kondisi tersebut dengan peristiwa stres yang dapat memicu perilaku penghindaran sosial.
Beberapa penelitian menemukan bahwa hikikomori berkorelasi dengan disfungsional keluarga atau pernah mengalami trauma,
5. Hal yang biasa di Jepang
Fenomena penarikan sosial menjadi semakin lazim di Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini juga berkaitan dengan perasaan cemas, depresi, dan fobia sosial yang makin marak dialami warga Jepang.
Harap Tidak Menggunakan Link, Spam, Dan Malware